Selasa, 16 Agustus 2016

Beladiri Langga Terintegrasi dalam Pembelajaran PJOK di Sekolah


Mengembangkan Apresiasi Terhadap Kekhasan Multikultural Dengan Mengenalkan Permainan Dan Olahraga Tradisional Yang Berakar Dari Budaya Gorontalo
(Beladiri Langga Terintergrasi Pada Pembelajaran PJOK di Sekolah SMP)

oleh

Hartono Hadjarati

    Abad ke 21 sudah kita masuki dengan segala tantangan dan permasalahannya. Dunia di abad 21 ini sungguh telah menampilkan wajah yang amat berbeda dari abad sebelumnya. Kemajuan teknologi dan informasi (IT) yang berhasil dicapai ikut mempengaruhi wajah dunia dan segala interaksinya menjadi lebih praktis, maju, modern serta mengunggulkan kepakaran dan pemahaman penggunaan teknologi tinggi untuk memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari. Dalam abad yang semakin mengglobal tersebut, pendidikan perlu didorong untuk mampu membekali anak didik dengan kompetensi yang dibutuhkan dari mulai kemampuan berpikir kritis, kreativitas, keterampilan berkomunikasi dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi, relevan dengan tantangan abad 21 tersebut.
   Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK) merupakan salah satu mata pembelajaran pada Kurikulum 2013. PJOK merupakan bagian integral dari program pendidikan nasional, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui pembekalan pengalaman belajar menggunakan aktivitas jasmani terpilih dan dilakukan secara sistematis. Kurikulum 2013 menekankan bahwa mata pelajaran PJOK memiliki konten yang unik untuk memberi warna pada pendidikan karakter bangsa, di samping diarahkan untuk mengembangkan kompetensi gerak dan gaya hidup sehat. Muatan kearifan lokal dari Kurikulum 2013 diharapkan mampu mengembangkan apresiasi terhadap kekhasan multikultural dengan mengenalkan permainan dan olahraga tradisional yang berakar dari budaya suku bangsa Indonesia (Muhajir,2016)
   Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan. Semua mata pembelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (selanjutnya disingkat PJOK) pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam bentuk fisik, mental, serta emosional. Sebagai mata pembelajaran, PJOK merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional sportivitas-spiritual-sosial).
     Berdasarkan uraian di atas bahwa kurikulum 2013 berisi konten yang unik dan mengandung makna kearifan lokal, dimana guru atau siswa di harapkan mampu menggali potensi-potensi olahraga tradisional untuk dapat diberikan kepada siswa-siswa melalui pembelajaran PJOK sebagai apresiasi terhadap kekhasan multikultural yang beragar pada budaya suku bangsa. Olahraga tradisional harus sesuai dengan hakikat dari PJOK itu sendiri yakni memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu siswa, baik fisik, mental, serta emosional.
      Kurikulum 2013 khsusu pembelajaran PJOK didalamnya ada aktivitas beladiri sebagai salah satu konten untuk mencapai harapan yang telah diuraikan diatas yakni melalui beladiri pencak silat, pencak silat atau silat (berkelahi dengan mengunakan teknik pertahanan diri) seni beladiri Asia yang beragar dari budaya melayu. Beladiri merupakan satu seni yang timbul sebagai satu cara seseorang untuk mempertahankan diri, dibalik itu dalam sebuah seni beladiri mengandung makna ajar filosofis yang dalam untuk di kuasai oleh individu yang ingin belajar beladiri, ajaran atau filosofis ini seperti yang dijabarkan sebagai hakikat PJOK. Seiring perkembangan pencaksilat lebih ke olahraga prestasi maka makna-makna pokok didalam hilang, tergantikan dengan kalah menang.
    Sarjono dan Sumarjo (2010) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran pencak silat pokok-pokok dari pencak silat terhilangkan, atau dimudahkan saat pencak silat menjadi olahraga prestasi. Oleh karena itu sebagian praktisi silat tetap mengingikan pembelajaran beladiri pencak silat di sekolah memfokuskan pada bentuk-bentuk tradisional atau spritual dari pencak silat. Tapi hal ini sulit dilaksanakan karena bentuk-bentuk gerakan dalam buku panduan maupun pemberi materi lebih fokus pada peningkatan keterampilan sebagai hasil produk bukan suatu proses, karena menjadikan nilai tes menjadi acuan. Disisi lain adanya pertandingan pencak silat dalam rangka O2SN atau yang lainnya maka guru lebih fokus terhadap pertandingan di banding mencapai hakikat PJOK itu sendiri. Menurut (Setya Rahayu, 2013) bahwa hal ini disebabkan terlalu menitik beratkan pada aspek kongnitif, beban siswa terlalu berat, kurang bermuatan karakter, harus dilakukan langkah penguatan proses yakni proses pembelajaran dan proses nilai, mengukur proses kerja siswa, bukan hanya hasil kerja siswa.
    Pembelajaran merupakan proses interaktif antara guru dengan peserta didik, melibatkan multi pendekatan dengan menggunakan teknologi yang akan membantu memecahkan permasalahan faktual di dalam kelas. Terdapat tiga komponen dalam definisi pembelajaran, yaitu: pertama, pembelajaran adalah suatu proses, bukan sebuah produk, sehingga nilai tes dan tugas adalah ukuran pembelajaran, tetapi bukan proses pembelajaran. Kedua, pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan, keyakinan, perilaku/sikap. Perubahan ini memerlukan waktu, terutama ketika pembentukan keyakinan, perilaku dan sikap. Guru tidak boleh menafsirkan kekurangan peserta didik dalam pemahaman sebagai kekurangan dalam pembelajaran, karena mereka memerlukan waktu untuk mengalami perubahan. Ketiga, Pembelajaran bukan sesuatu yang dilakukan kepada peserta didik, tetapi sesuatu yang mereka kerjakan sendiri. Artinya, pembelajaran gerak merupakan kebutuhan dasar bagi setiap anak, tanpa harus dipengaruhi instruksi dari orang lain. Ketiga hal ini yang mempengaruhi kualitas pembelajaran PJOK, selain peluang untuk belajar, konten yang sesuai, intruksi yang tepat, serta penilaian peserta didik dan pembelajaran.
  Pendidikan Jasmani mengandung makna pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani untuk menghasilkan peningkatan secara menyeluruh terhadap kualitas fisik, mental, dan emosional peserta didik. Kata aktivitas jasmani mengandung makna bahwa pembelajaran berbasis aktivitas fisik. Kata olahraga mengandung makna aktivitas jasmani yang dilakukan dengan tujuan untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot–otot tubuh. Kegiatan ini dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur, menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi. Sementara kualitas fisik, mental dan emosional disini bermakna, pembelajaran PJOK membuat peserta didik memiliki kesehatan yang baik, kemampuan fisik, memiliki pemahaman yang benar, memiliki sikap yang baik tentang aktivitas fisik, sehingga sepanjang hidupnya mereka akan memiliki gaya hidup sehat dan aktif (Hartono, 2014)
M. Nuh dalam Muhajir dan Budi Sutrisno (2014) mengatakan sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum 2013, siswa diajak menjadi berani untuk mencari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Peran guru dalam meningkatkan dan menyesuaikan daya serap siswa dengan ketersediaan kegiatan pada buku sangat penting. Guru dapat memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
   Dengan penjelasan di atas maka penulis menawarkan solusi dari berbagai presepsi masyarakat untuk mencapai hakikat PJOK, guru PJOK se provinsi Gorontalo mengunakan beladiri langga sebagai sumber lokal untuk pembelajaran aktifitas beladiri atau pembelajaran terintegrasi, untuk meningkatkan kearifan lokal, yakni beladiri langga, sebagai alternatif materi dalam Bab aktifitas beladiri dalam kurikulum 2013 yang telah di revisi pada tahun 2016.
    Beladiri langga menjadi pembelajaran terintegrasi PJOK di sekolah-sekolah di Gorontalo akan membawah manfaat yang luar bias dampaknya kepada siswa dan beladiri langga itu sendiri, sesuai dengan harapan pemerintah melalui PJOK. Muatan kearifan lokal dari Kurikulum 2013 diharapkan mampu mengembangkan apresiasi terhadap kekhasan multikultural dengan mengenalkan permainan dan olahraga tradisional yang berakar dari budaya suku bangsa Indonesia.
    Hasil wawancara dengan berbagai elemen masyarakat Gorontalo, sekarang saatnya beladiri langga menjadi bagian dari pembelajaran dalam kurikulum disekolah hal ini sesuai dengan konsep kurikulum 2013, seperti yang telah diuraikan diatas, mengapa beladiri langga menjadi alternatif secara konsep dan karateristik beladiri langga memenuhi syarat sebagai beladiri yang memiliki kandungan-kandungan filosifis yang saat ini sudah di miliki oleh masyarakat Gorontalo. beladiri tradisional  Langga sebagai beladiri asli Gorontalo yang perlu di kembangkan dan disosialisasikan lagi kepada generasi muda terutama para siswa sekolah, Beladiri langga adalah sumber belajar lain yang tersedia yang perlu di berikan.
    Karena beladiri langga juga sebagai bagian dari pencak silat yang memiliki karaktristik gerak yang sama, bediri langga yang sudah dikenal, diharapakan menjadi bagian dari pembelajaran PJOK sebagai muatan lokal atau sumber belajar lokal yang berkontribusi terhadap tujuan pendidikan Indonesia, yang diatur dalam sistem pendidikan nasional. Didalam beladiri langga juga diajarkan, memahami, menghayati nilai-nilai luhur beladiri  seperti disiplin, jujur, tanggung jawab, kerja sama, dan toleransi dengan baik dan benar.
   Pembelajaran tentu saja merupakan kegiatan yang mendukung terjadinya proses belajar. Dalam Undangan-undangan sistem pendidikan RI No 20 Tahun 2003 pasal 1,butir 20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (Mulyasa E.2006) mengatakan pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Hal ini peserta didik dan beladiri langga sebagai lingkungan telah terjalin hubungan yang baik yakni faktor internal dan eksternal telah menyatu dengan baik, maka akan membawah perubahan perilaku yang lebih baik pula. Pembelajaran merupakan proses dimana suatu lingkungan secara disengaja dikelola untuk menghasilkan respon terhadap situasi dan kondisi tertentu yang mana pembelajaran ini merupakan substansi dari pendidikan, (Dimyanti dan Mudjiono,2009) Pembelajaran merupakan aktifitas pendidik atau guru secara terprogram melalui desain insruktional agar peserta didik dapat belajar secara aktif dan lebih menekankan pada sumber belajar yang disediakan. Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses atau usaha dari individu yang berupa pengalaman untuk memperoleh perubahan-perubahan dalam hidupnya