Mengembangkan Apresiasi Terhadap Kekhasan
Multikultural Dengan Mengenalkan Permainan Dan Olahraga Tradisional Yang
Berakar Dari Budaya Gorontalo
(Beladiri Langga Terintergrasi Pada Pembelajaran PJOK
di Sekolah SMP)
oleh
Hartono Hadjarati
Abad ke 21 sudah kita masuki dengan
segala tantangan dan permasalahannya. Dunia di abad 21 ini sungguh telah
menampilkan wajah yang amat berbeda dari abad sebelumnya. Kemajuan teknologi
dan informasi (IT) yang berhasil dicapai ikut mempengaruhi wajah dunia dan
segala interaksinya menjadi lebih praktis, maju, modern serta mengunggulkan
kepakaran dan pemahaman penggunaan teknologi tinggi untuk memecahkan persoalan
kehidupan sehari-hari. Dalam abad yang semakin mengglobal tersebut, pendidikan
perlu didorong untuk mampu membekali anak didik dengan kompetensi yang
dibutuhkan dari mulai kemampuan berpikir kritis, kreativitas, keterampilan
berkomunikasi dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Tema pengembangan
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi, relevan dengan tantangan abad 21 tersebut.
Pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK) merupakan salah satu mata pembelajaran
pada Kurikulum 2013. PJOK merupakan bagian integral dari program pendidikan
nasional, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan
gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas
emosional, tindakan moral, pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih
melalui pembekalan pengalaman belajar menggunakan aktivitas jasmani terpilih
dan dilakukan secara sistematis. Kurikulum 2013 menekankan bahwa mata pelajaran
PJOK memiliki konten yang unik untuk memberi warna pada pendidikan karakter
bangsa, di samping diarahkan untuk mengembangkan kompetensi gerak dan gaya
hidup sehat. Muatan kearifan lokal dari Kurikulum 2013 diharapkan mampu
mengembangkan apresiasi terhadap kekhasan multikultural dengan mengenalkan
permainan dan olahraga tradisional yang berakar dari budaya suku bangsa
Indonesia (Muhajir,2016)
Kurikulum
2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam
perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap
mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi dasar
kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan. Semua mata
pembelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut. Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan (selanjutnya disingkat PJOK) pada hakikatnya adalah
proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan
perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam bentuk fisik, mental,
serta emosional. Sebagai mata pembelajaran, PJOK merupakan media untuk
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional
sportivitas-spiritual-sosial).
Berdasarkan
uraian di atas bahwa kurikulum 2013 berisi konten yang unik dan mengandung
makna kearifan lokal, dimana guru atau siswa di harapkan mampu menggali
potensi-potensi olahraga tradisional untuk dapat diberikan kepada siswa-siswa
melalui pembelajaran PJOK sebagai apresiasi terhadap kekhasan multikultural
yang beragar pada budaya suku bangsa. Olahraga tradisional harus sesuai dengan
hakikat dari PJOK itu sendiri yakni memanfaatkan aktivitas fisik untuk
menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu siswa, baik fisik,
mental, serta emosional.
Kurikulum
2013 khsusu pembelajaran PJOK didalamnya ada aktivitas beladiri sebagai salah
satu konten untuk mencapai harapan yang telah diuraikan diatas yakni melalui
beladiri pencak silat, pencak silat atau silat (berkelahi dengan mengunakan
teknik pertahanan diri) seni beladiri Asia yang beragar dari budaya melayu.
Beladiri merupakan satu seni yang timbul sebagai satu cara seseorang untuk
mempertahankan diri, dibalik itu dalam sebuah seni beladiri mengandung makna
ajar filosofis yang dalam untuk di kuasai oleh individu yang ingin belajar
beladiri, ajaran atau filosofis ini seperti yang dijabarkan sebagai hakikat
PJOK. Seiring perkembangan pencaksilat lebih ke olahraga prestasi maka makna-makna
pokok didalam hilang, tergantikan dengan kalah menang.
Sarjono
dan Sumarjo (2010) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran pencak silat
pokok-pokok dari pencak silat terhilangkan, atau dimudahkan saat pencak silat
menjadi olahraga prestasi. Oleh karena itu sebagian praktisi silat tetap mengingikan
pembelajaran beladiri pencak silat di sekolah memfokuskan pada bentuk-bentuk
tradisional atau spritual dari pencak silat. Tapi hal ini sulit dilaksanakan
karena bentuk-bentuk gerakan dalam buku panduan maupun pemberi materi lebih
fokus pada peningkatan keterampilan sebagai hasil produk bukan suatu proses,
karena menjadikan nilai tes menjadi acuan. Disisi lain adanya pertandingan
pencak silat dalam rangka O2SN atau yang lainnya maka guru lebih fokus terhadap
pertandingan di banding mencapai hakikat PJOK itu sendiri. Menurut (Setya
Rahayu, 2013) bahwa hal ini disebabkan terlalu menitik beratkan pada aspek
kongnitif, beban siswa terlalu berat, kurang bermuatan karakter, harus
dilakukan langkah penguatan proses yakni proses pembelajaran dan proses nilai, mengukur
proses kerja siswa, bukan hanya hasil kerja siswa.
Pembelajaran
merupakan proses interaktif antara guru dengan peserta didik, melibatkan multi
pendekatan dengan menggunakan teknologi yang akan membantu memecahkan
permasalahan faktual di dalam kelas. Terdapat tiga komponen dalam definisi
pembelajaran, yaitu: pertama, pembelajaran adalah suatu proses, bukan sebuah
produk, sehingga nilai tes dan tugas adalah ukuran pembelajaran, tetapi bukan
proses pembelajaran. Kedua, pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan,
keyakinan, perilaku/sikap. Perubahan ini memerlukan waktu, terutama ketika
pembentukan keyakinan, perilaku dan sikap. Guru tidak boleh menafsirkan
kekurangan peserta didik dalam pemahaman sebagai kekurangan dalam pembelajaran,
karena mereka memerlukan waktu untuk mengalami perubahan. Ketiga, Pembelajaran
bukan sesuatu yang dilakukan kepada peserta didik, tetapi sesuatu yang mereka
kerjakan sendiri. Artinya, pembelajaran gerak merupakan kebutuhan dasar bagi
setiap anak, tanpa harus dipengaruhi instruksi dari orang lain. Ketiga hal ini
yang mempengaruhi kualitas pembelajaran PJOK, selain peluang untuk belajar,
konten yang sesuai, intruksi yang tepat, serta penilaian peserta didik dan
pembelajaran.
Pendidikan
Jasmani mengandung makna pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani untuk
menghasilkan peningkatan secara menyeluruh terhadap kualitas fisik, mental, dan
emosional peserta didik. Kata aktivitas jasmani mengandung makna bahwa
pembelajaran berbasis aktivitas fisik. Kata olahraga mengandung makna aktivitas
jasmani yang dilakukan dengan tujuan untuk memelihara kesehatan dan memperkuat
otot–otot tubuh. Kegiatan ini dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur,
menyenangkan atau juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi.
Sementara kualitas fisik, mental dan emosional disini bermakna, pembelajaran
PJOK membuat peserta didik memiliki kesehatan yang baik, kemampuan fisik,
memiliki pemahaman yang benar, memiliki sikap yang baik tentang aktivitas
fisik, sehingga sepanjang hidupnya mereka akan memiliki gaya hidup sehat dan
aktif (Hartono, 2014)
M. Nuh dalam Muhajir dan Budi Sutrisno (2014)
mengatakan sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum 2013, siswa
diajak menjadi berani untuk mencari sumber belajar lain yang tersedia dan
terbentang luas di sekitarnya. Peran guru dalam meningkatkan dan menyesuaikan
daya serap siswa dengan ketersediaan kegiatan pada buku sangat penting. Guru
dapat memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang
sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
Dengan
penjelasan di atas maka penulis menawarkan solusi dari berbagai presepsi
masyarakat untuk mencapai hakikat PJOK, guru PJOK se provinsi Gorontalo
mengunakan beladiri langga sebagai sumber lokal untuk pembelajaran aktifitas
beladiri atau pembelajaran terintegrasi, untuk meningkatkan kearifan lokal,
yakni beladiri langga, sebagai alternatif materi dalam Bab aktifitas beladiri
dalam kurikulum 2013 yang telah di revisi pada tahun 2016.
Beladiri
langga menjadi pembelajaran terintegrasi PJOK di sekolah-sekolah di Gorontalo
akan membawah manfaat yang luar bias dampaknya kepada siswa dan beladiri langga
itu sendiri, sesuai dengan harapan pemerintah melalui PJOK. Muatan kearifan
lokal dari Kurikulum 2013 diharapkan mampu mengembangkan apresiasi terhadap
kekhasan multikultural dengan mengenalkan permainan dan olahraga tradisional
yang berakar dari budaya suku bangsa Indonesia.
Hasil
wawancara dengan berbagai elemen masyarakat Gorontalo, sekarang saatnya
beladiri langga menjadi bagian dari
pembelajaran dalam kurikulum disekolah hal ini sesuai dengan konsep kurikulum
2013, seperti yang telah diuraikan diatas, mengapa beladiri langga menjadi
alternatif secara konsep dan karateristik beladiri langga memenuhi syarat
sebagai beladiri yang memiliki kandungan-kandungan filosifis yang saat ini
sudah di miliki oleh masyarakat Gorontalo. beladiri tradisional Langga
sebagai beladiri asli Gorontalo yang perlu di kembangkan dan disosialisasikan
lagi kepada generasi muda terutama para siswa sekolah, Beladiri langga adalah sumber belajar lain yang
tersedia yang perlu di berikan.
Karena
beladiri langga juga sebagai bagian
dari pencak silat yang memiliki karaktristik gerak yang sama, bediri langga yang sudah dikenal, diharapakan
menjadi bagian dari pembelajaran PJOK sebagai muatan lokal atau sumber belajar
lokal yang berkontribusi terhadap tujuan pendidikan Indonesia, yang diatur
dalam sistem pendidikan nasional. Didalam beladiri langga juga diajarkan, memahami,
menghayati nilai-nilai luhur beladiri seperti disiplin, jujur, tanggung jawab, kerja
sama, dan toleransi dengan baik dan benar.
Pembelajaran
tentu saja merupakan kegiatan yang mendukung terjadinya proses belajar. Dalam
Undangan-undangan sistem pendidikan RI No 20 Tahun 2003 pasal 1,butir 20.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. (Mulyasa E.2006) mengatakan pembelajaran
pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Hal
ini peserta didik dan beladiri langga sebagai lingkungan telah terjalin
hubungan yang baik yakni faktor internal dan eksternal telah menyatu dengan
baik, maka akan membawah perubahan perilaku yang lebih baik pula. Pembelajaran
merupakan proses dimana suatu lingkungan secara disengaja dikelola untuk
menghasilkan respon terhadap situasi dan kondisi tertentu yang mana
pembelajaran ini merupakan substansi dari pendidikan, (Dimyanti dan Mudjiono,2009)
Pembelajaran merupakan aktifitas pendidik atau guru secara terprogram melalui
desain insruktional agar peserta didik dapat belajar secara aktif dan lebih
menekankan pada sumber belajar yang disediakan. Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses atau usaha dari individu
yang berupa pengalaman untuk memperoleh perubahan-perubahan dalam hidupnya