Jumat, 27 Februari 2015

Asal Usul Beladiri Langga Gorontalo

Oleh 
           Hartono Hadjarati

Asal usul beladiri langga tidak banyak diketahui oleh masyarakat Gorontalo, seperti sejarah pencak silat saat ini, beladiri langga konon mulai berkembang sejak abad 16, dimana Agama Islam mulai masuk ke Daerah Gorontalo, Ju Panggola yang juga ulama besar penyebar agama Islam wilayah Gorontalo sekaligus pejuang untuk mengusir penjajah Belanda dari tanah Gorontalo pada zamannya, Ju Panggola juga dikenal raja Ilato, memiliki kesaktian yang sangat tinggi karena itu beliau di beri gelar Raja Ilato “Kilat” yang dapat menghilang dan muncul tiba-tiba ditengah keremunan orang banyak ketika ada pertikaian yang sangat membahayakan keutuhan masyarakat Gorontalo. Dengan ke saktiannya inilah maka orang Gorontalo menyebut beliaulah penciptkan beladiri Langga.
Beladiri Langga Lahir tanpa harus mempelajari struktur Gerak atau teknik-teknik beladiri pada umumnya, Ju Panggola waktu itu hanya melakukan Pitudu kepada muridnya yakni meneteskan cairan ke mata muridnya masing-masing, maka secara otomatis mereka sudah mampu melakukan teknik-teknik beladiri yang mampu mengalahkan musu-musunya terutama kepada kaum penjajah daerah Gorontalo. Oleh karena itu Langga berasal dari kata “he langga langgawa” bahasa Gorontalo yang artinya gerak-gerik. Maka sejak itulah langga menyebar pesat di masyarakat Gorontalo dengan tradisi Pitodu-nya menjadi proses yang sangat sakrar. Yang harus dilakukan saat mempelajari beladiri langga. Setelah itu dikenal dengan mo bayango atau hepasialo, dengan melakukan bayango seorang murid akan cepat dapat menguasi ilmu beladiri Langga. Mobayango atau hepasialo itu sesungguhnya mengajarkan teknik-teknik gerak beladiri langga kepada murid baru setelah dia dipitudu.
Proses Pitodu dilakukan sampai 7 kali sebelum murid langga selasai belajar langga. Pitodu langga dilakukan sebagai media penghubung/mopodungga antara lati (syetan) dengan pe langga. Media penghubungnya “lati lo maluo” adalah seekor ayam jantan yang dipotong saat prosesi pitodu dilaksanakan, karena kepercayaan masyarakat Gorontalo bahwa lati merupakan wujudnya bermacam-macam yang bisa bersemayam dalam tubuh manusia. Ayam (maluo) adalah simbol sebagi hewan yang lincah dan agresif dengan penglihatan yang tajam dari berbagai sisi. ###

6 komentar:

  1. terimakasih pak Hartono, perkenalkan saya Andy.. mahasiswa Pasca UII, saya Asli Gorontalo

    mungkin dilain waktu kami ingin mendengarkan langsung asal usul dan sejarah bela Diri langga dari pati pak, semacam diskusi begitu...

    Insha Allah ti Pak di beri umur panjang ... amin amin,,,

    terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin. terimakasih atas apresiasinya terhadap blog ini dan undangan diskusinya, langga butuh swntuhan-sentuhan akademik untuk berkembang. contak saya ada di blog ini kalau membutuhkan. odu olo

      Hapus
  2. Assalammualaikum pak Hartono, perkenalkan saya Kalih dosen di UNG dan sekarang sedang melanjutkan studi pascasarjana di Universitas Brawijaya Malang.........saya sangat membutuhkan informasi, cerita ataupun pola-pola gerakan langga yang banyak mengandung makna filsafat yang akan nantinya saya hubungkan dengan arsitektur tradisional rumah tinggal Gorontalo

    Insyaallah kalau ada kesempatan saya bisa ketemu dengan bapak untuk diskusi......semoga pak Hartono dan saya di berikan umur panjang dan sehat..amin

    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah mampir di blog saya, maaf telat bacanya karena masuk dalam spam komentarnya. siap pak kapan saja bapak ada waktu, nanti di telp saya di contak hp 085240040657. odu olo

      Hapus
  3. pak, kalau boleh tau di mana daerah di gorontalo yang masih terdapat kebudayaan langga ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih anda sudah berkunjung ilham Rizqi :Langga masih eksis dihampir semua daerah di Gorontalo, misal Tapa, Suwawa, Dungigi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Gorut dan Boalemo. odu olo

      Hapus

silakan tinggalkan saran dan kritik anda Odu olo