Selasa, 23 Januari 2018

Hari Patriotik 23 Januari 1942-2018


Hari Patriotik Zaman New
oleh
Hartono Hadjarati

23 Januari 1942 masyarakat Gorontalo Zaman Old, dengan giginya mempertaruhkan segalanya untuk tidak tunduk tertindas oleh Bangsa penjajah kolonial belanda, para Generasi muda waktu itu yang konon dipimpinan oleh Nani Wartabone dan Danupoyo, mengalang kekuatan untuk memperjuangkan kebebasan masyarakatnya dari belengu penjajah kolonial, kisah-kisah para pejuang ini sudah banyak di tuliskan oleh putra-putra terbaik Gorontalo, dalam berbagai media terutama buku-buku, tapi dalam segala tulisan yang dipaparkan semuanya dalam konteks bagaimana para pejuang ini bergerak. taktik dan strategis yang dilakukan baik lewat damai maupun aksi nyata "perang" dilakukan. tapi kisah bagaimana pasukan-pasukan yang disiapkan oleh Bapak Nani Wartabone dan Kawan-kawan, tidak ada satupun tulisan yang mengulas bagaimana para pejuang aksi "perang" disiapkan, bagaimana para pejuang ini sebelum aksi 23 januari itu meletus dengan bergeraknya para pejuang 23 Januari akan melakukan perlawanan dengan senjata tradisional melawan senjata modern waktu itu.
disini menurut saya sepengal sejarah pergerakan 23 Januari 1942 (76 tahun) lalu diceritakan, oleh sebab itu saya dalam proses penulisan disertasi tentang beladiri langga, saya banyak disungguhi cerita-cerita dari para pelaku atau yang sempat menyaksikan bagaimana pasukan rimbanya Nani Wartabone disiapkan, pasukan ini bukan serta merta bangkit ikut-ikutan maju berjuang berperang, tapi disiapkan sebelum tidakan aksi perang dilakukan. 
apa yang disiapkan oleh pasukan rimba dan bagaimana aksi-aksi mereka sebelum 23 Januari itu? inilah yang belum terungkap kepermukaan.
Pakuni Tani asal Bulontalo banyak bertutur tentamg kisah sebelum pasukan rimba menjadi satu pasukkan yang ditakuti dan terorganisir dengan baik. yakni proses latihan yang dilakukan oleh pasukan rimba, yakni beladiri langga menjadi salah satu syarat untuk menjadi pasukan rimba, untuk bisa mengunakan senjata tradisional lain. beserta proses-proses yang berlaku dalam beladiri langga, banyak masyarat Gorontalo mendengar aksi-aksi Bapak Nani wartabone itu bukan saja dilakukan tanpa ada ilmu di balik itu.
.....
kalau dilihat dalam sudut untuk dapat mempelajari beladiri langga, maka ilmu yang digunakan oleh bapak Nani wartabone itu bagian dari proses orang untuk belajar langga.
...

Rabu, 08 Maret 2017

Bibito To Langga

Keterangan Gambar: TeteduO

BIBITO

Setiap orang Gorontalo memahami bahwa yang sudah memiliki Ilmu beladiri Langga itu, sudah tidak bisa di sentuh dengan diam-diam "kaget" (oheyalo), maka secara tidak sadar si pelangga akan dapat memukul si penyentuh, sebab itu orang yang memiliki kecepatan seperti itu di katakan ma olangga tio, sedangkan yang tidak beraksi dianggap tidak memiliki ilmu langga atau masih dibawah ilmunya.
Pengantar di atas hanyalah cerita orang atau anggapan kebanyak orang Gorontalo terhadap orang-orang yang sudah belajar langga, sebenarny dalam ilmu beladiri langga itu sebelum melakukan tindakan apapun, Pelangga sudah memiliki apa yang namakan bibito. Bibito adalah suatu perasaan/rasa dalam diri sendiri yang muncul sebagai tanda bahwa akan ada yang terjadi pada dirinya, maka hal itu akan membawah si pelangga akan lebih meningkatkan kewaspadaannya. Bibito atau operasa.
dengan adanya bibito ini maka pelangga secara ke ilmuan dalam beladiri langga, maka ilmunya sudah tinggi, dengan bibito ini pelangga sudah mampu membedakan apa dan siapa yang akan menghampiri dirinya dengan kekuatan maupun tidak pelangga sudah mampu membedakannya, contoh seperti ada kawan yang mendekat diam-diam selanjutnya melakukan teguran dengan menumpuk bahu, maka pelangga tidak akan beraksi secara berlebihan untuk menanggapi tepukan bahu tadi karena dia sudah tau bawah tepukan tangan di bahu itu tidak mengandung hawa membahayakan atau dia sudah tau bahwa itu temannya. tapi kalau pelangga melakukan gerakan dengan reaksi seakan itu akan membahayakan dirinya maka ilmu langganya belum tinggi.
Bibito kalau kita pelajari dengan ilmu sosial, maka bibito sama dengan kemampuan diri sendiri untuk memahami dirinya dan akan peka terhadap keadaan sekitarnya, sebab itu dalam ilmu langga, kalau pelangga sudah memahami dirinya akan, cepat dia akan memahami atau peka terhadap lingkungan sekitar. by Hartono Hadjarati

Rabu, 18 Januari 2017

Motor Learning Dalam Langga Gorontalo

Analisis Motor Learning Dalam Beladiri Langga
Oleh 
Hartono Hadjarati
   Belajar gerak merupakan salah satu bagian dari kajian ilmu keolahragaan yang dikaji tentang fenomena manusia yang mempelajari atau berusaha menguasai gerakan-gerakan tubuh atau meningkatkan keterampilan gerak tubuhnya. Pengetahuan tentang teori belajar gerak merupakan sebagian dari landasan ilmiah yang diperlukan oleh guru atau pelatih untuk dapat melakukan pelatihan. Belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui respon-respon muscular dan diekspresikan dalam gerakan tubuh (lankor,2007:83)
   Unsur gerak dasar beladiri langga Gorontalo belum teridentifikasi, sebagai ciri khas suatu gerak beladiri, agar memudahkan untuk melakukan pengembangan gerak keterampilan beladiri itu sendiri. Gerak keterampilan adalah gerak yang mengikuti pola atau bentuk tertentu yang memerlukan koordinasi dan kontrol sebagian atau seluruh tubuh yang bisa dilakukan melalui proses belajar. Agar pelangga mampu melakukan gerak secara efisien dan efektif.
   Gerak efisien adalah gerak yang menopang keberhasilan penampilan olahraga. Bila gerak itu efisien, dapat diasumsikan bahwa tekniknya benar, akan menimbulkan gerakan yang indah, gerakanya kelihatan ringan, dilakukan tanpa ketegangan yang berarti, rileks, mulus, berirama dan bersinabungan. Kemampuan gerak pelangga yang khas hasil dari interaksi kompleks dari pengaruh keturunan dan lingkungan.
   Gerakan manusia dapat diamati karena adanya perubahan posisi tubuh atau anggota tubuh dalam ruang dan waktu. Gerakan manusia terjadi dalam berbagai bentuk, seperti unsur gerak dasar dalam beladiri langga. Semua gerakan terjadi karena dipengaruhi oleh sejumlah gaya. 3 unsur yang menyebabkan terjadinya gerakan pada manusia yakni tulang sebagai penggerak dan pelindung organ dalam, otot sebagai sumber penggerak dan persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan, serta mempertahankan kelenturan kerangka tubuh.
    Belajar teknik beladiri langga, pelangga harus terlebih dahulu menguasai beberapa teknik dasar. Teknik-teknik tersebut adalah beberapa kemungkinan serangan dan bagaimana pelangga menghadapi dan melumpuhkan serangan tersebut. Pengajaran teknik dasar ini lebih bersifat petunjuk praktis, misal seperti ini guru langga berujar “bila kamu menghadapi serangan begini, kamu akan melakukan begini, bila kamu dibeginikan, kamu harus begitu” teknik pelatihan seperti ini dalam motor learning disebut kemampuan perseptual. Kemampuan perseptual adalah kemampuan menginterprestasikan stimulus yang diterima oleh organ indera. Kemampuan perseptual berguna untuk memahami segala sesuatu yang ada disekitar, sehingga seseorang mampu berbuat atau melakukan tindakan tertentu sesuai dengan situasi yang dihadapi, misalnya seorang pelangga mendapat serangan, pelangga dapat mampu melihat serangan dan memahami situasi serangan, sehingga pelangga dapat menghadapi dan melumpuhkan serangan tersebut.
   Metode pelatihan di atas disebut mo bayango, arti kata mo adalah melakukan sedangkan bayango adalah bayangan, jadi mo bayango artinya belajar gerakan langga dengan bayangan. Mo bayango ini berisi potongan-potongan gerakan untuk pembelaan diri pelangga, yang diambil dari perkelahian sebenarnya. Bayango-bayango ini belum bisa menjamin pelangga akan mampu menghadapi setiap kemungkinan serangan dalam perkelahian nyata. Karena bagaimanapun bayango hanyalah teknik dasar saja.
  Setelah proses pelatihan mo bayango ini diharapkan kepada pelangga untuk terus belajar gerakan yang telah dipelajari terus-menerus dengan merangkai potongan-potongan gerakan di atas menjadi suatu gerakan yang bersambung, bagai air mengalir, karena pada prinsipnya serangan dalam beladiri langga dilakukan tanpa putus-putus tapi simultan tanpa putus bagai alir mengalir, sampai lawan menyerah kalah.

   Mo bayango adalah  untuk memberikan latihan pada otot untuk memiliki memory terhadap gerakan yang kita inginkan. Namun demikian kemampuan refleks harus keluar dan teruji di dunia nyata dalam hal ini di representasikan dalam latihan tanding. semakin banyak bertanding maka refleks bertarung di dunia nyata jadi terasah, untuk mrndapatkan refleks bertarung yang sesuai dengan kaidah beladiri langga maka harus dengan latihan. Jadi akhirnya setelah kita membentuk form akhirnya kita akan formless karena apa yang kita gerakkan adalah semata-mata refleks dari tubuh kita yang telah kita bentuk refleksnya dengan mo bayango.### savelanggagorontalo

Jumat, 09 Desember 2016

Sinopsis Buku Langga Gorontalo



BELADIRI LANGGA TERSTANDARDISASI

      Belajar beladiri langga, praktis harus terlebih dahulu menguasai beberapa teknik dasar sedangkan proses pitodu adalah suatu tradisi. Unsur gerak dasar (teknik dasar) beladiri langga adalah teknik beladiri yang bisa digunakan seorang pelangga menghadapi dan melumpuhkan serangan (bertahan atau belaan). Pelatihan teknik dasar ini lebih bersifat “ wanu wiyo paI’yiolio adiye, yio mohama odiye. pataO tiO odiye hamamu odiye ” pelatihan seperti ini disebut Mo bayango. Mo bayango dalam beladiri langga berisi potongan-potongan kemungkinan pembelaan diri yang diambil dari pengalaman perkelahian sebenarnya. Bayango ini belum bisa jaminan pelangga akan mampu menghadapi setiap kemungkinan serangan dalam perkelahian nyata, karena bagaimanapun bayango hanyalah teknik dasar saja. Sedangkan pitodu disini hanya sebagai sugesti, dalam ilmu psikologi adalah motivasi kepada pelangga.
     Pelangga pemula membutuhkan waktu 7 kali bayango dan 7 kali pitodu. Setelah teknik dasar dikuasai, mulailah pelangga pemula merangkai potongan-potongan bayango untuk taraf lebih lanjut mo podipulato. Perangkaian bayango ini sangat perlu mengingat kemungkinan serangan dari perkelahian nyata, dalam situasi seperti ini tidak lagi membutuhkan analisis teoritis sebagaimana orang baru di bayango namun akan bersifat intuitif dan lebih mengandalkan insting. Gerakan pelangga akan mengalir begitu saja dan akan bersifat responsif terhadap setiap agresifitas penyerang, ‘Madia Mowali OkoreA, madi Lingahu’.
      Buku ini menyajikan hal-hal yang lebih representatif dan lebih komplet berkaitan dengan beladiri langga, mulai dari sejarah, nilai-nilai filosofisnya, dan gerak dasar beladiri langga yang sudah standar, mudah dan praktis untuk dipelajari oleh siapapun.
    Buku ini sangat menunjang khazanah perkembangan beladiri langga terutama sebagai panduan dan pedoman bagi para peminat, siswa, mahasiswa, Guru PJOK khusus di lingkungan Pendidikan di Gorontalo serta masyarakat umum yang ingin mempelajari beladiri langga dapat memanfaatkan buku ini sebagai pedoman.

Rabu, 02 November 2016

Gerak Budaya Gorontalo



Langga Wujud Kekayaan Gerak Budaya Gorontalo

Foto Proses Mo bayango

Gorontalo kaya akan budaya gerak, tidak saja berkaitan dengan upacara adat tetapi juga aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti berkebun, manjat pohon kelapa, menyebarang sungai, dan tari-tarian,  hampir semua bentuk budaya gerak berdampak pada aktivitas beladiri langga. Demikian juga dengan faktor geografis dan topografi daerah masing-masing berdampak pada aktivitas budaya gerak dan memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan beladiri langga. Hal ini bisa dilihat dalam wujud sikap pasang (mohudu) gerak ini di ilhami oleh kebiasan masayarakat Gorontalo kita melakukan perjalanan naik-turun gunung dan menyebrangi sungai, yakni gerakannya selalu serong. Tangan posisi di angkat untuk mendapatkan keseimbangan ketiga melakukan turun gunung atau menyebrangi sungai.
Bukti dari seluruh aktivitas gerak budaya yang nampak disetiap wilayah dalam Gorontalo seperti naik-turun gunung, memanjat pohon kelapa, menyebarangi sungai, dan aktivitas lainnya yang didukung oleh faktor geografis/topografi wilayah memberikan kontribusi yang besar terhadap setiap gerakan beladiri langga, yakni sikap pasang, pola langkah, kuda-kuda,belaan dan serangan. Dan setiap gerakan ini juga di perkuat oleh faktor psikologis dan sosiolagis masyarakat Gorontalo.
Kekuatan budaya gerak di masing-masing daerah di Gorontalo menujukkan ciri dan karakteristik gerak yang berbeda-beda. Terkadang tujuannya sama, misalkan untuk kegiatan naik gunung maupun turun gunung dengan tujuan agar naik gunungnya cepat dan tidak berat supaya tenaga tidak habis sebelum melakukan aktivitas berkebun atau ladang atau aktivitas melintasi sungai agar supaya tidak hanyut oleh terbawah air sungai. Kedua kebiasanya budaya gerak ini bisa kita lihat wujudnya dalam sikap pasang, kuda-kuda, serta pola langkahnya. Sedangkan budaya gerak belaan dan serangan kita bisa melihat dalam budaya gerak pemanjat kelapa atau memetik cengkeh, mereka lebih banyak mengunakan tangan satu untuk bergerak memetik kelapa.
Gerak budaya merupakan sebuah aktivitas gerak yang telah menjadi kebiasaan karena dilaksanakan dalam rangka upacara adat dan juga sebagai sebuah bentuk kebiasaan masyarakat untuk mencari nafkah. Kebiasaan gerak yang terus menerus akan memberikan motivasi gerak dengan adaptasi yang rutin dan akhirnya menjadi gerak yang otomatisasi.
Beladiri langga merupakan olahraga tradisional masyarakat Gorontalo yaitu adu ketangkasan untuk mengunci atau membuka kuncian (Walama). Yang diawali dengan proses pitodu selanjutnya di lakukan mo bayango atau latihan beladiri langga yang dimulai dengan posisi sikap, sikap pasang, yang dilakukan dengan belajar kuda-kuda serta pola langkah, selanjutnya di ajarkan belaan dan serangan.### Hartono Hadjarati

Rabu, 19 Oktober 2016

"DudutaO" Langga Gorontalo




 DudutaO Lo Langga
Oleh
Hartono Hadjarati




Secara harfiah DudutaO berarti pondasi langkah kaki, dari sudut pandang anatomi ia diartikan sebagai unsur terkecil yang menjadi dasar pembentukan sebuah teknik yang biasanya berupa rangkaian dari sebuah teknik kecil tersebut.
    DudutaO akan sinkron dengan anatomi daerah pinggul yang menjadi pusat sumber energi dan daerah penyeimbang tubuh manusia, Pinggul seperti diketahui merupakan titik tengah dari tinggi badan seorang manusia sehingga secara otomatis menjadi poros atau engsel penyimbang tubuh. Analisis secara sistem pernafasan menunjukkan pinggul berada dalam sebuah sudut menemukan tiga buah garis lurus, tepat di bawah jantung dan paru-paru yang merupakan organ pengelolah oksigen dalam darah yang memperduksi tenaga. Pinggul juga berada dekat sekali dengan pangkal sendi selangkangan yang menggerakkan seluruh aktifitas organ tubuh bagian bawah. Pinggul juga memiliki persendian sendiri (tulang Panggul) yang berfungsi besar dalam menompang organ tubuh bagian atas serta dilewati jaringan otot perut yang berhubungan dengan hampir semua jaringan otot penggerak tungkai (tangan dan kaki).
    Pada saat melakukan dudutaO apa pun seluruh anggota tubuh haruslah dalam posisi dan kondisi mohudu dan mohemeto tanpa ketegangan sedikit pun. Bersamaan dengan memulai gerakkan harus dilakukan pengambilan napas lewat hidung yang kemudian dimanfaatkan secara terfokus sumber energi dengan jalan pengerasan daerah perut sebagian bawah secara cepat dan pada saat gerakan sudah sempurna bentuk dan arahnya napas dikeluarkan lewat mulut sambil mengeraskan anggota tubuh yang berkaitan dengan dudutaO.
       Namun hal ini akan sempurna lagi bila kita memahami gerak arah dan perpindahan energi dalam DudutaO dengan pendekatan analisis biomekanik dengan hukum gerak. Hampir 90 persen dudutaO bergerak dalam lintasan sebuah garis lurus. Ini berarti sesuai dengan hukum geometri matematika yang berbunyi ‘ jarak terdekat di antara dua buah titik adalah sebuah garis lurus, maka lintasan dominan dalam garis lurus itu bertujuan sebagai penunjang kecepatan yang maksimum, efisiensi tenaga seminimum mungkin meminimalisasi kegoyahan/ketakstabilan yang terjadi.
   Semua perpindahan energi dalam dudutaO mirip dengan apa yang disebut sebagai jenis tenaga potensial dalam fisika dasar. Pada sebuah dudutaO dilakukan dalam gerakan yang lambat akan terlihat dengan jelas pemutaran sebuah tubuh dalam rotasi kira-kira 180 derajat dengan diiringi dorongan energi berasal dari pinggul yang berputar 45 derajat atau 90 derajat.

Nakayama dalam ( Abdul Wahid, 2007) menyebutkan ada tujuh unsur yang memegang peranan sangat penting dalam membentuk dudutaO yang sempurna. Yakni 1) Bentuk yang benar, 2). Keseimbangan tenaga dan kecepatan, 3). Konsentrasi dan relaksasi yang tepat, 4). Pelatihan kekutan otot, 5). Irama dan pengaturan waktu dalam sebuah gerakan, 6). Pernapasan yang kontributif dan efisisensi, 7). Peran pinggul yang seoptimal mungkin.

Senin, 05 September 2016

Analisis Keseimbangan dalam beladiri langga

Analisis Fisiologi Olahraga Terhadap Beladiri Langga
(ditinjau dari Fisiologi Kesimbangan Sikap Pasang)

 oleh
Hartono Hadjarati

           KESEIMBANGAN Sebutan lain : 1. Equilibrum 2. Balance 3. Poise (sikap tenang) 4. Position (keadaan sikap kedudukan) 5. Stance (sikap) Keseimbangan ialah : keadaan tenang atau tidak bergerak dari suatu benda atau objek. Titik berat badan (centre of gravity) dapat dikatakan sebagai titik keseimbangan. Dan letaknya tetap, selama tidak berubah. Garis berat tubuh ialah arah gaya gravitasi yang bekerja pada titik berat. Merupakan garis vertical yang melalui titik berat. Garis berat manusia ialah garis vertical yang melalui titik berat badan. Setiap perubahan letak titik berat akan menyebabkan perubahan posisi garis beratnya.
     Tingkat keseimbangan (kesetimbangan) " semua benda yang diam (sesuia dengan syarat-syaratnya) dikatakan dalam keadaan seimbang..... Namun tidak semua benda yang diam memiliki stabilitas yang sama". Hal ini bisa dilihat dalam beladiri langga terutama dalam sikap pasang yakni : sikap pasangan dengan kuda-kuda tinggi memiliki keeimbang mantap (stabil), Seimbang mantap (stabil), terjadi jika posisi sebuah objek diubah sedikit dan objek tersebut cenderung untuk kembali pada posisi semula. Seimbang goyah (labil) Seimbang goyah (labil) : terjadi bila titik berat objek jatuh pada titik yang lebih rendah jika objek tersebut di angkat. Seimbang neteral (indifferent) . Seimbang neteral (indifferent) : terjadi jika terjadi sedikit dorongan, objek tersebut tidak akan jatuh ke belakang atau ke depan.
          Analisis Hukum Newton dengan Aplikasi Dikaitkan dengan Kegiatan Beladiri Langga
1. Hukum I      :  Hukum Kelembaman  (Law of intertia)
Ketika  beladiri langga baru dimulai maka kedua Pelangga yang melakukan pertandingan belum melakukan suatu gerakan apapun. Ketika wasit mulai menentukan Pelangga mana yang boleh bergerak mohudu untuk menyerang mohemeto dalam beladiri langga dalam hal peraturannya ada pelangga yang melakukan sikap pasang “mohudu’ yang mohudu adalah posisi cari lawan, sedengankan yang merima tangganan adalah disebut pelangga “mohemeto”. Pelangga yang melakukan sikap Mohudu  akan diam karena belum mendapatkan penyerangan dari pelangga mohemeto, barulah pelangga mohudu akan bergerak ketika ia mendapatkan sebuah gaya dari pelangga yang mohemeto. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada hukum Newton I yakni Hukum Kelembaman yang menyatakan suatu benda akan tetap dalam keadaan diam atau dalam keadaan gerak kecuali karena pengaruh gaya yang merubah keadaannya
2. Hukum II    :  Hukum Percepatan (law of acceleration)
Pada beladiri langga, seorang pelangga ”mohemeto” yang  dapat menyerang pelangga yang posisi muhudu disesuailkan dengan sudut serangan yang dilakukan oleh pelangga Mohemeto. Pelangga mohemeto menyerang dengan menggunakan siku dengan sudut tertentu sehingga dapat merobohkan lawan. Maka gaya yang diberikan oleh pelangga mohemeto untuk menyerang pelangga Mohudu berbanding lurus dengan percepatan ketika Mohudu jatuh. Penjelasan di atas sesuai dengan pernyataan pada Hukum Newton II yakni Hukum Percepatan yang menyebutkan bahwa Percepatan suatu benda karena suatu gaya berbanding lurus dengan gaya penyababnya.
3. Hukum III   :  Hukum Reaksi (Law of reaction)

Dalam beladiri tentunya terdapat dua pelangga yang berusaha untuk menjadi pemenang. Jika pelangga mohemeto menyerang pelangga mohudu, maka pelangga mohudu dapat juga mnyerang kembali pelangga mohemeto dengan tempat yang berlawanan. Misalnya saja pelangga mohemeto menyerang perut pelangga mohudu maka pelangga mohudu dapat melawan dengan menyerang kembali bagian dada atau bahkan menjatuhkannya. Pelangga mohemeto menyerang kembali karena berusaha mempertahankan dirinya agar tidak terjatuh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan hukum Newton III yakni Hukum Reaksi yang berbunyi setiap aksi selalu ada rekasi yang sama dan berlawanan. Hal ini lebih dikenal dengan “Totame maitolo popai”# selamatkan beladiri langga dari kepunahan